Ilmu Budaya Dasar Kota Jambi
Provinsi
Jambi memiliki keberanekaragaman budaya termasuk salah satunya macam-macam
suku. Salah satu suku di Jambi yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia
adalah suku adat Anak dalam. Suku Anak Dalam di provinsi Jambi memiliki sebutan
nama untuk mereka yaitu Kubu, suku Anak Dalam dan anak Rimba. Untuk sebutan
kubu bagi suku Anak Dalam memiliki arti yang negatif. Kubu memiliki arti
menjijikan, kotor dan bodoh. Panggilan kubu bagi suku anak dalam pertama kali
terdapat di tulisan-tulisan pejabat kolonial.Arti
Anak Rimba adalah orang yang hidup dan mengembangkan kebudayaan tidak terlepas
dari hutan, tempat tinggal mereka.
Budaya
1. Provinsi Jambi berbagai budaya tetapi pada
dasarnya berdasarkan budaya Melayu salah satunya sepanjang Sungai Batanghari,
masih bisa dilihat orang yang tinggal di Rumah
Panggung yang terbuat dari kayu lokal.
2. Batik dan Songket Jambi memiliki karakteristik
yang berbeda dari provinsi-provinsi lain di Indonesia dengan karakteristik
bunga-bunga.
3. Tari Rantak
Kudo disebut begitu karena gerakannya yang menghentak-hentak
seperti kuda, tarian ini dilakukan untuk merayakan hasil panen pertanian di
daerah Kerinci dan dilangsungkan berhari-hari tanpa henti.
4. Tari Sekapur
Sirih dilakukan untuk menyambut tamu yang dihormati dan
ditarikan oleh remaja putri.
5. Tari
Serengkuh Dayung menggambarkan tentang perasaan searah
setujuan, kebersamaan dan ditarikan oleh penari putri.
6. Tari
Baselang menceritakan tentang semangat gotongroyong masyarakat
desa dan ditarikan putra putrid
7. Tari Inai untuk
menghibur mempelai wanita yang sedang memasang inai di malam hari, sebelum
duduk di pelaminan ditarikan Putra dan Putri.
8. Tari Japin
Rantau menggambarkan prikehidupan masyarakat di pesisir pantai.
Makanan Khas
1. Tempoyak merupakan
makanan yang berasal dari buah durian yang difermentasikan, dan bisa juga
dibuat Gulai Tempoyak.
2. Gulai Tepe
Ikan terbuat dari ikan gabus yang dihaluskan dan dicampur
tepung dan telur.
3. Malbi adalah
masakan gulai daging, namun memiliki citarasa manis karena dimasak dengan kecap
dan sedikit gula merah.
4. Gulai Ikan
Patin bisa dimasak dengan Tempoyak tetapi sebagia orang
mengganti Tempoyak dengan santan kelapa untuk menghindari baud an rasa Tempoyak
yang cukup menyengat.
5. Padamaran terbuat
dari tepung beras, santan dan gula merah sebagai pemanis. Bahan-bahan ini
kemudian ditempatkan di sebuah cup yang terbuat dari daun pisang lalu dikukus
hingga matang.
6. Dendeng
Batokok adalah irisan daging sapi yang direbus dalam air kelapa
yang telah dibumbui bawang putih dan jahe.
7. Nasi Minyak adalah
beras yang dimasak dengan susu, saus tomat, minyak samin dan rempah-rempah,
Nasi Minyak biasanya disajikan pada saat acara-acara khusus.
Tempat Wisata
1. Perkebunan
Teh Kayu Aro
Perkebunan ini dirintis tahun 1925 – 1928 oleh perusahaan Belanda
NV HVA, perkebunan ini tercatat sebagai perkebunan teh tertua di Indonesia. Di
tengah perkebunan terdapat “Aroma Pecco” yang merupakan sebuah taman dengan
sebuah kolam yang pada zaman penjajahan Belanda dulu merupakan tempat
penampungan air bagi perkebunan teh.
2. Masjid Kuno
Pondok Tinggi
Masjid ini dibangun secara gotong royong oleh masyarakat dusun
Pondok Tinggi pada Tanggal 1 Juni 1874 dengan dinding terbuat dari anyaman
bambu, tahun 1890 dindingnya diganti dengan kayu yang berukir bermotif berbagai
bangsa Persia, Romawi, Mesir dan motif lokal. Pembangunannya selesai pada tahun
1902, keunikannya adalah arsitekur bangunan dengan mengikuti model masjid masa
lampau.
3. Danau
Kerinci
Kita dapat melihatnya dari daerah Pesanggrahan, Tanjung Hatta
adalah tempat Bung Hatta menikmati panorama Danau Kerinci dan menanam pohon
disana. Desa Saleman terdapat Rumah Laheik yang merupakan rumah khas Kerinci
dan di sekitar Danau Kerinci terdapat sejumlah batu berukir yang diduga peninggalan
manusia megalit.
4. Desa Lekuk 50 Tumbi Lempur
Suatu desa di Kabupaten Kerinci ini memiliki potensi wisata alam
dan budaya yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan. Salah satu gunung
yang diberi nama Gunung Betuah memiliki keunikan sebagai gunung yang sangat
sulit didaki. Masyarakat lokal dan turis mancanegara sudah berupaya namun tetap
belum bisa ditaklukkan.
Di daerah sekitar Gunung Betuah terdapat 5 buah Danau yang masih
alami dengan karakteristik warna air dan jenis ikan yang berbeda pada tiap
danaunya. Contohnya Danau Kaco, yang didalamnya bisa ditemukan Ikan Semah dan
mempunyai tampilan air berwarna biru.
Di kaki Gunung Betuah juga terdapat Hutan Adat yang masyarakat lokal menyebutnya sebagai Hutan Ulu Air. Masyarakat Lempur menerapkan sanksi adat yang ketat bagi perusak Hutan Ulu Air.
Di Desa Lempur Mudik juga terdapat benteng pertahanan Depati Parbo, seorang Pahlawan Perjuangan Kerinci yang bertempur menghadang belanda dari Bengkulu. Perang ini dikenal dengan Perang Menjuto.
Di kaki Gunung Betuah juga terdapat Hutan Adat yang masyarakat lokal menyebutnya sebagai Hutan Ulu Air. Masyarakat Lempur menerapkan sanksi adat yang ketat bagi perusak Hutan Ulu Air.
Di Desa Lempur Mudik juga terdapat benteng pertahanan Depati Parbo, seorang Pahlawan Perjuangan Kerinci yang bertempur menghadang belanda dari Bengkulu. Perang ini dikenal dengan Perang Menjuto.
5. Taman
Nasional Kerinci Seblat
Merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan dataran rendah serta
beberapa ekosistem yang khas, memiliki 4000 jenis tumbuhan, terdapat 42 jenis
mammalia, 10 jenis reptillia, 6 jenis amphibia, 6 jenis primate dan 306 jenis
burung.
SUKU
1.
Suku Kubu atau
Suku Anak Dalam
adalah salah satu suku bangsa minoritas dan salah satu yang tertua yang hidup
di pulau Sumatera, Kehidupan mereka sekarang sangat mengenaskan seiring dengan
hilangnya sumber daya hutan yang berada di Jambi.
2.
Suku Batin sebagian besar tinggal di wilayah sepanjang
sungai tambesi, sampai saat ini Suku Batin masih mempertahankan adat istiadat
berupa bangunan-bangunan tua yang disebut “Kajang Lako” karena bentuk dari
bubungan rumah mirip dengan perahu.
Menurut Departemen sosial dalam data dan informasi Depsos RI (1990) menyebutkan asal usul Suku Anak Dalam yaitu: Sejak Tahun 1624, Kesultanan Palembang dan Kerajaan Jambi yang sebenarnya masih satu rumpun memang terus menerus bersitegang dan pertempuran di Air Hitam akhirnya pecah pada tahun 1629. Versi ini menunjukkan mengapa saat ini ada dua kelompok masyarakat Anak Dalam dengan bahasa, bentuk fisik, tempat tinggal dan adat istiadat yang berbeda. Mereka yang menempati belantara Musi Rawas (Sumatera Selatan) berbahasa Melayu, berkulit kuning dengan postur tubuh ras Mongoloid seperti orang Palembang sekarang. Mereka ini keturunan pasukan palembang. Kelompok lainnya tinggal di kawasan hutan Jambi berkulit sawo matang, rambut ikal, mata menjorok ke dalam. Mereka tergolong ras wedoid (campuran wedda dan negrito)
WILAYAH DAN POPULASI SUKU ANAK DALAM
Suku anak dalam memiliki wilayah hidup yang cukup luas di Sumatera. Mulai dari Palembang hingga Riau dan Jambi. Namun, memang paling banyak terdapat di daerah Jambi. Berdasarkan hasil survei Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warsi tahun 2004 menyatakan, jumlah keseluruhan Orang Rimba di TNBD ada 1.542 jiwa. Mereka menempati hutan yang kemudian dinyatakan kawasan TNBD, terletak di perbatasan empat kabupaten, yaitu Batanghari, Tebo, Merangin, dan Sarolangun.
MATA PENCAHARIAN SUKU ANAK DALAM
MERAMU
Meramu adalah mencari dan mengumpulkan hasil hutan, seperti: getah melabui, getah jelutung, getah damar, getah jernang, dan rotan. Mereka menyebut kegiatan ini berkinang atau berimbo. Caranya dengan beranjau, yaitu berjalan-jalan atau melakukan pengembaraan. Menemukan sesuatu yang dicari, apakah itu getah melabui, getah jelutung, dan atau rotan adalah sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan tuah (keberuntungan). Hal itu disebabkan banyaknya jenis pohon, sehingga seringkali menutupi pohon yang dicari (tidak terlihat). Relatif sulit dan atau mudahnya menemukannya itulah yang kemudian membuahkan adanya semacam kepercayaan bahwa pohon-pohon tersebut mempunyai kekuatan gaib.
BERBURU
Senjata yang mereka gunakan dalam berburu adalah tombak.Tombak biasanya digunakan berburu nangku (babi hutan), kera, rusa (kancil), napu, kijang (menjangan). Selain tombak mereka juga menggunakan batang pohon yang berukuran sedang dan berat (garis tengahnya kurang lebih 30 cm), khususnya untuk menangkap gajah.Sementara, untuk menangkap badak, mereka membuat parit yang panjangnya 10-15 rentangan tangan orang dewasa (depa). Parit yang lebarnya kurang lebih 1 meter ini semakin ke ujung semakin dalam (kurang lebih setinggi manusia dewasa). Dengan demikian, jika ada badak yang memasukinya, maka ia akan terperangkap karena tidak dapat meloncat atau berbalik.
MENANGKAP IKAN
Kegiatan lainnya yang ada kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup adalah menangkap berbagai jenis ikan, termasuk udang dan ketam di sungai, dengan peralatan: pancing, jala, tombak, perangkap ikan (kubu-kubu), dan pagar-pagar ikan. Terkadang mereka nubo, yaitu menggunakan racun dari akar-akar nubo.
BERLADANG
Sistem perladangan yang diterapkan oleh orang Kubu adalah berpindah-pindah. Berladang adalah suatu proses. Sebagai suatu proses maka mesti dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Ada empat tahap yang mereka lalui dalam penggarapan sebuah ladang. Tahap yang pertama adalah pembukaan ladang. Tahap yang kedua adalah penebangan pepohonan. Peralatan yang digunakan hanya berupa parang dan beliung.Tahap yang ketiga adalah penanaman bibit. Sistem yang digunakan adalah tugal, dengan cara dua atau tiga orang laki-laki memegang sebatang kayu kecil yang kira-kira panjangnya 1,5 meter yang salah satu ujungnya runcing.Tahap keempat (terakhir) adalah menuai. Tahap ini dilakukan setelah padi menguning (kurang lebih setelah berumur 5 bulan). Caranya, padi yang telah menguning itu dipotong gagangnya dengan alat yang disebut tuai (ani-ani). Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Sebelum disimpan dalam lubung, padi tersebut dikeringkan (dijemur) agar bisa tahan lama.
Sumber:
http://amaliayuliantika.wordpress.com/2014/04/09/ilmu-budaya-dasar/
http://mahaga.wordpress.com/2010/09/30/kebudayaan-jambi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar