Kota Palembang adalah ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang merupakan kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Sejarah Palembang yang pernah menjadi ibukota kerajaan bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara pada saat itu, Kerajaan Sriwijaya, yang mendominasi Nusantara dan Semenanjung Malaya pada abad ke-9 juga membuat kota ini dikenal dengan julukan “Bumi Sriwijaya“.
Penduduk Palembang merupakan etnis melayu dan
menggunakan bahasa melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang
kini dikenal sebagai bahasa Palembang. Namun para pendatang seringkali
menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti bahasa
Komering, Rawas, Musi dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan
kadang-kadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari
dalam keluarga atau komunitas kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan
warga Palembang lain.Penduduk asli umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai
bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula
warga pendatang dan warga keturunan, seperti dari Jawa,
Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar. Warga keturunan yang banyak
tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang memiliki
beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung
Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa serta Kampung Al Munawwar,
Kampung Assegaf, Kampung Al Habsyi, Kuto Batu, 19 Ilir Kampung Jamalullail dan
Kampung Alawiyyin Sungai Bayas 10 Ilir yang merupakan wilayah Komunitas Arab.
Agama mayoritas di Palembang adalah Islam. Di dalam catatan sejarahnya,
Palembang pernah menerapkan undang-undang tertulis berlandaskan Syariat Islam,
yang bersumber dari kitab Simbur Cahaya. Selain itu terdapat pula penganut
Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera.
Penduduk
Penduduk Palembang merupakan etnis melayu dan menggunakan bahasa melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai Bahasa Palembang. Namun para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti bahasa Komering, Rawas, Musi dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan kadang-kadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga keturunan, seperti dari Jawa, Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar. Warga keturunan yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India.
Seni dan Budaya
Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti “lawang (pintu)”, “gedang (pisang)”, adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
- Kesenian Dul Muluk (pentas
drama tradisional khas Palembang)
- Tari-tarian seperti
Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu dan
tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan
- Syarofal Anam adalah
kesenian Islami yang dibawa oleh para saudagar Arab dulu, dan menjadi
terkenal di Palembang oleh KH. M Akib, Ki Kemas H. Umar dan S. Abdullah
bin Alwi Jamalullail
- Lagu Daerah seperti Melati
Karangan, Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang Kemambang
- Rumah Adat Palembang
adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit
1. Rumah adat Palembang Rumah Limas
Rumah adat / rumah tradisional orang Palembang
mempunyai sebutan Rumah Bari yang benama asli Rumah Limas, pada umumnya berbentuk
dasar hampir sama dengan rumah-rumah adat yang ada di sebagian daerah di
Nusantara, yaitu rumah panggung, dan material yang digunakan pada umumnya dari
kayu.
Bagi pemilik rumah yang masih memerhatikan perbedaan
kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka akan membuat lantai bertingkat
untuk menyesuaikan kasta tersebut. Lantai Rumah Limas yang bertingkat itu pada
umumnya dibuat menjadi tiga tingkat sesuai dengan urutan keturunan masyarakat
Palembang, yaitu Raden, Masagus, dan Kiagus. Pada umumnya bentuk Bangunan Rumah Limas memanjang ke
belakang. Ukuran bangunan rumah bervariasi ada yang mempunyai lebar sampai 20
meter dengan panjang mencapai 100 meter. Semakin besar ukuran Rumah Limas
semakin besar dan terpandanglah status sosial sipemilik rumah tersebut. Rumah
Limas dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan bentuk pada lantainya, yang
pertama Rumah Limas yang dibangun dengan ketinggian lantai yang berbeda, dan
yang kedua Rumah Limas dengan ketinggian lantainya sama atau sejajar. Rumah
Limas yang lantainya sejajar ini kerap disebut rumah ulu.
Bangunan Rumah Limas memakai bahan dasar dari kayu
Unglen atau Merbau, kayu ini dipilih karena kayu tersebut mempunyai
karakteristik tahan akan air. Dindingnya terbuat dari papan-papan kayu yang
disusun tegak. Pada bagian depan terdapat dua tangga dari kiri dan kanan ada
yang saling berhadapan bertemu jadi satu dibagian ujung atas menuju teras rumah
ada juga yang berlawanan arah dari kiri dan kanan.Bagian teras rumah biasanya
dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung. pagar tersebut
mempunyai Makna filosofis untuk mencegah supaya anak gadis tidak keluar dari
rumah. Pintu masuk ke dalam rumah culup unik, terbuat dari kayu jika dibuka
lebar akan menempel pada langit-langit teras. Untuk menopangnya, digunakan
kunci dan pegas.
Bagian dalam terdapat ruang tamu yang cukup luas dan ini merupakan bagian terluas dari Rumah Limas, yang disebut kekijing. Ruangan ini menjadi pusat kegiatan berkumpul jika ada hajatan. Ruang tamu juga berfungsi sebagai ruang pamer untuk menunjukkan kemakmuran pemilik rumah. Pada umumnya dinding ruangan di cat dominasi warna merah, hitam, coklat tua dan selalu dihiasi dengan ukiran-ukiran bermotif flora yang dicat dengan warna emas. Tak jarang juga, pemilik rumah yang mampu menggunakan bahan dari timah dan emas sunguhan untuk mengecat ukiran dan lampu-lampu gantung antik pada ruangan tersebut sebagai aksesori.
Bagian dalam terdapat ruang tamu yang cukup luas dan ini merupakan bagian terluas dari Rumah Limas, yang disebut kekijing. Ruangan ini menjadi pusat kegiatan berkumpul jika ada hajatan. Ruang tamu juga berfungsi sebagai ruang pamer untuk menunjukkan kemakmuran pemilik rumah. Pada umumnya dinding ruangan di cat dominasi warna merah, hitam, coklat tua dan selalu dihiasi dengan ukiran-ukiran bermotif flora yang dicat dengan warna emas. Tak jarang juga, pemilik rumah yang mampu menggunakan bahan dari timah dan emas sunguhan untuk mengecat ukiran dan lampu-lampu gantung antik pada ruangan tersebut sebagai aksesori.
2. Pakaian adat Palembang Kain Songket Palembang
Indonesia kaya sekali dengan aneka ragam kebudayaan daerah, diantaranya kain - kain khas daerah yang memiliki corak serta bahan khas dari daerah masing - masing. Sebagai orang Indonesia, Mode Dengan Kain Songket Palembang tentu kita sangat bangga dengan aneka ragam kain daerah yang ada di Indoensia ini. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kain khas daerah yang berupa kain tenun. Seperti kain tenun Troso - Jepara, kain songket Palembang, dll. Walaupun sama - sama dibuat dengan cara ditenun, namun setiap daerah memiliki corak yang berbeda. Begitu pula dengan Mode Dengan Kain Songket Palembang.
Mode Dengan Kain Songket Palembang merupakan sejenis
kain tenun tradisional yang dibuat / ditenun dengan menggunakan tangan
(handmade). Kain songket Palembang ini biasa digunakan di acara - acara resmi.
Bahan utama dari pembuatan kain songket Palembang ini berupa benang emas dan benang perak sehingga
kain songket Palembang ini memang akan terlihat sangat “blink-blink” dan mewah.
Mode dengan kain songket Palembang tidak hanya digunakan sebagai bahan
dasar pakaian saja. Namun Mode
Dengan Kain Songket Palembang terkadang juga digunakan sebagai bahan
pembuatan aksesoris rumah yang dipajang di dinding rumah atau yang biasa
disebut dengan tapestry.
3. Seni Musik Tradisional Palembang Jidur
Musik Jidur sudah terkenal di seluruh Sumatera
Selatan, entah kapan lahirnya musik ini. Nama musik Jidur ini di bawa oleh kaum
kolonial yang akhirnya menjadi musik kolonial. Musik ini sering di bawakan pada
saat acara pernikahan dan acara perayaan lainnya. Musik Jidur seirng di sebut
juga dengan “Musik B’las” karena di mainkan oleh belasan orang dan ada juga
yang menyebut Musik Jidur sebagai “Musik Brass” yang artinya kesenian musik
yang alat musiknya merupakan alat tiup yang berasal dari logam. Disebut musik
jidur karena musik ini sering di pakai untuk mengiringi (Ngarak) pengantin dan
yang paling menonjol pada jidur ini adalah alat musik yang bulat dan besar yang
di pikul oleh 2 orang, dan kalau di tabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sehingga
suasana lebih meriah.
Awalnya kesenian ini memerlukan 14 orang untuk
memainkan 14 alat musik yang terdiri dari:
- 2 Buah Terompet
- 2 Buah Sak Alto / Saxopone Alto
- 1 Buah F Larinet / Clarinet
- 1 Buah Tenor Sak / Saxopone Tenor
- 1 Buah Bariton / Bariton Horn
- 1 Buah Tenor / Tenor Horn
- 3 Buah Alt Horn / Alto Horn
- 1 Buah Bass /Shau Shophon
- 1 Buah Tambur / Snare Dram
- 1 Buah Jidur / Bass Dram
Tetapi seiring perkembangan waktu personil yang
memainkan jidur ini juga berkurang tidak sampai lagi 14 orang, tetapi walau
tidak komplet musik yang di hasilkan tidak jauh berbeda.
4. Sejarah Kesenian dan Budaya Palembang
Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan dan Tahun Baru Masehi.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
4. Sejarah Kesenian dan Budaya Palembang
Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan dan Tahun Baru Masehi.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
- Festival perahu hias dan lomba bidar di Sungai
Musi
- Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas
Palembang)
- Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang
diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu dan tari Tanggai yang
diperagakan dalam resepsi pernikahan.
- Syarofal Anam adalah kesenian Islami yang dibawa
oleh para saudagar Arab dulu, dan menjadi terkenal di Palembang oleh KH. M
Akib, Ki Kemas H. Umar dan S. Abdullah bin Alwi Jamalullail.
- Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Dek Sangke,
Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang Kemambang.
- Letak geografis dari Palembang dibelah oleh
sungai Musi dan dikelilingi ratusan anak sungai, rawa-rawa di sebagian
besar wilayah daratannya. Pada tepian sungai banyak terdapat Rumah Limas
yang pintunya menghadab ke sungai, dan alat transportasi air seperti
perahu, kapal dan getek menjadi alat transportasi utama yang banyak
digunakan mayarakat di tepian sungai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar